Jumat, 16 April 2010

HAK sipil dan hukum RM

Hak-hak RM sebagai Sipil

Untuk orang Retardasi Mental, baik yang ada di kelembagaan maupun diluar. Dibutuhkan perlindungan dan pengawasan terhadap hak-hak mendasar dan memastikan bahwa mereka disediakan standar hidup yang layak dan tidak dieksploitasi.Hak-hak dasar itu meliputi hak sipil dan kriminal.Pada hak sipil meliputi kemampuan untuk membuat kontrak kerja dan menikah.

HAK SIPIL

1.1.kontrak kerja

Pertanyaan apakah orang Retardasi Mental dapat membuat kontrak kerja yang sah secara hokum masih belum jelas.Perdebatan khususnya mengenai tanggung jawab orang Retardasi Mental.Survey terhadap 47 hakim yang terlibat dalam kasus ini di California, diberi pertanyaan “apakah orang Retardasi Mental bias melakukan kontrak kerja?” 4 menjawab “iya”, 7 menjawab “tidak”, 20 menjawab “tidak tahu”, 16 tidak menjawab.Ketika konsep perwalian diajukan maka persoalan menjadi lebih jelas.Tetapi kemudian adanya konsep perwalian menimbulkan persoalan, yaitu ketidakmampuan orang Retardasi Mental bertindak sendiri.

Prosedur menentukan apakah Retardasi mental dapat membuat kontrak, pertama diliat apakah memiliki perwalian yang dapat memberikan ketidakmampuan bertindak sendiri, jika tidak maka mereka dapat berkonsultasi dengan pengacara untuk mebdapatkan kode sipil persetujuan Negara bagian dengan kekuatan untuk dapat melakukan kontrak.

1.2.menikah

Pertanyaan lain juga diajukan kepada hakim di California, “apakah orang Retardasi Mental dapat menikah?” 6 menjawab “iya”, 5 menjawab “tidak”, 20 menjawab “tidak tahu”.Perdebatan yang muncul adalah mengenai apakah orang Retardasi Mental memiliki kesadaran penuh saat menikah, namun permasalahannya adalah tidak adanya rumusan hukum mengenai “kesadaran penuh”.

Kaitan erat dengan kasus diatas adalah hak seksual dari Retardasi Mental yamh juga terus diperdebatkan.Perdebatan berpusat pada konsep sterilisasi.Konsep ini berdasar pada 2 konsep kuno yaitu orang Retardasi Mental tidak punya keputusan dalam bidang seks.Yang kedua adalah inteligensi ditentukan oleh satu gen atau sebagian kecil gen dan kegagalan inteligensi pada Retardasi mental dapat dicegah dengan sterilisasi.Pada tahun 1973, 26 negara bagian di AS memiliki hokum sterilisasi dan 23 diantaranya mewajibkan sterilisasi.konsep ini kemudian dihapuskan setelah terjadi kasus penuntutan orang tua seorang wanita Retardasi mental yang disterilisasi terhadap pengadilan dan rumah sakit.Tuntutan diajukan karena keputusan hakim dianggap tidak memiliki dasar hukum.

Indonesia memiliki kebijakan terhadap hak-hak sipil orang dengan Retardasi mental:

Kebijakan Penanganan PMKS(Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) Penyandang Cacat

1. Undang-Undang No. 4/1997 tentang penyandang cacat.

- Penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama

- Perlu upaya peningkatan kesejahteraan sosial bagi penyandang cacat

2. Undang-Undang No. 43/1998 tentang upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat.

- Kedudukan, hak, kewajiban dan peran yang sama dalam masyarakat Indonesia lainnya di segala aspek kehidupan dan penghidupan

- Perlu sarana dan upaya yang lebih memadai, terpadu dan berkesinambungan yang pada akhirnya akan menciptakan kemandirian dan kesejahteraan sosial.

Pemerintah dan masyarakat berupaya melakukan rehabilitasi sosial, bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial dengan tujuan terwujudnya kemandirian dan kesejahteraan

PERUNDANG-UNDANGAN



Pasal 42

cacat mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang layak, sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pasal 54

Setiap anak yang cacat fisik dan atau mental berhak memperoleh perawatan,pendidikan, pelatihan dan bantuan khusus atas biaya negara untuk menjamin kehidupannya sesuai dengan martabat kemanusiaan, meningkatkan rasa percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.



•KRIMINAL: KOMPETENSI PEMERIKSAAN PERADILAN

SISTEM PERADILAN KRIMINAL DAN KETERBELAKANGAN MENTAL



KASUS KEDUA: Isu menakutkan pada sistem peradilan kriminal pada Mental retardasi telah membawa perhatian nasional dengan pengadilan Amerika yang memberikan hukuman mati kepada terdakwa Johnny Paul Penry, seorang retardasi ringan sampai berat. Johnny paul penry dituduh membunuh di texas, dia dengan brutal memperkosa wanita dan menikam dan membunuhnya dengan gunting setelah perlawanan korban berakhir.

Tiga fase sistem peradilan criminal yang biasa dikenakan padanya-penangakapan, pemeriksaan dan hukuman- semua merupakan masalah untuk kalangan Retardasi Mental karena saat itu hukum menganggap ada kompetensi untuk mengerti dan menggunakan hak hukum sampai ditunjukan bahwa orang itu tidak dapat melakukan dengan jelas dan menyakinkan.Dia dihukum mati.

Pembelaan Johnny Paul Penry berdasarkan pada tingkat kemampuan mentalnya karena keterbelakangan dan syndrome otak organik yang dimilikinya Penry digambarkan oleah ahli mempunyai umur mental 6,5 tahun IQ 54 =,kematangan sosial 9 atau 10 tahun ,syndrome otak organik dari pukulan waktu kecil yang berakibat kontrol impuls yang lemah dan ketidakmampuan belajar dari pengalaman.

•Perdebatan :

1.Dia tidak mampu diperiksa dalam pengadilan.

2. Dia tidak memiliki kesadaran mental akan kesalahan tindakannya.



Muncul pernyataan yang mendukung Penry:

•it must be a man that is totally deprived of his understanding and memory, and doth not know what he is doing, no more than an infant, than a brute, or a wild beast, such a one is never the object of punishment.…. Lord Blackstone



Akhirnya Keputusan pengadilan dibatalkan karena dianggap keputusan itu tidak memperhatikan unsur-unsur yang meringankan pada terdakwa.

Namun,setelah pemeriksaan kembali pada 17 juli 1990,juri memutuskan hukuman mati untuk kedua kalinya.Masalahnya???



BENTUK KEKERASAN YANG BERKAITAN DENGAN PERADILAN



Orang Retardasi mental lebih sering menjadi Korban maupun “pelaku” kejahatan dan lebih sering menjadi korban penyalahgunaan dalam pengadilan dan terabaikan dibanding dengan perkosaan dan pembunuhan.

Orang Retardasi Mental sering menjadi korban kejahatan dikarenakan ketidakmampuan kognitif dan menilai , ketidakmampuan fisik, tingkah laku adaptif berkurang dan ketidaktahuan bagaimana melindungi diri.Dan biasanya mereka tidak melaporkan diri dikarenakan ketergantungan hidup pada pelaku.Jika melapor maka biasanya tidak di proses lebih lanjut sedangkan sebagai pelaku,mereka diperlakukan seperti orang normal lainnya.Dan mereka tidak mengerti hukum dan tanpa di dampingi ahli dalam pengadilan.



Beberapa karakteristik orang Retardasi Mental pada pengadilan adalah sebagai berikut:
Sebagai pelaku

•Mereka tidak mau ketidakmampuan mereka diketahui

•Tidak mengerti hak mereka tapi pura-pura mengerti

•Sulit untuk mendeskripsikan apa yang terjadi

•Bingung tentang siapa yang bertanggung jawab dalam kejahatan dan mengakui meskipun tidak bersalah

•Tidak memahami perintah

•Kewalahan dengan kehadiran polisi

•Mengatakan apa yang mereka pikir akan menyenangkan penyidik.

Sebagai Korban
•Mudah menjadi korban

•Mudah dipengaruhi untuk memuaskan orang lain

•Berpikir bahwa pelaku adalah teman

•Tidak mengerti bahayanya situasi yang dihadapinya

•Berpikir telah diperlakukan secara normal dan tidak mengetahui adanya kejahatan

•Mempunyai sedikit jalan untuk mendapatkan pertolongan, mendapatkan tempat yang aman ataupun konseling

•Tidak dianggap sebagai saksi yang berkredibilitas



PERHATIAN SISTEM PERADILAN KRIMINAL

Mereka dengan keterbelakangan mental tidak bisa melindungi diri dari dakwaan yang diberikan ataupun membantah dakwaan tersebut, tidak mengerti sepenuhnya tentang hak mereka sehingga mudah dieksploitasi oleh orang lain dikarenakan ketidak mengertinya mereka.

Tingkah laku mereka seperti tingkah seksual mereka yang aneh dan tingkah laku yang dianggap sebagai sikap yang membahayakan orang lain dan berkencederungan untuk hanya bisa menerima sehingga menyebabkan kerugian nyata ketika berhadapan dengan sistem peradilan kriminal.Beberapa kerugian lain ditimbulkan oleh:

-Keterbatasan komunikasi dan ingatan

Kecenderungan untuk menyenangkan penanyanya dan mudah dipimpin pertanyaaan dan punya ingatan kacau dan sedikit pertimbangan tentang akibat suatu kejadian dan tindakannya terhadap orang lain.

-Pengendalian perhatian dan kata hati

Kurangnya pengendalian menimbulkan ketidakmampuan orang untuk memutuskan akibat dari suatu aksi atau kepentingan tindakan termasuk penangakapan, interogasi dan pengadilan.

-Kehilangan pengetahuan fakta dasar

Retardasi Mental berkencenderungan untuk hanya bisa menerima.Ini menyebabkan kerugian nyata ketika mereka berhadapan dengan sistem hak tertulis, prosedur dan tekanan yang hebat dari institusi dan kewenangan sistem peradilan kriminal.

- Motivasi yang salah

Retardasi Mental menemukan motivasi lebih untuk menyenangkan tokoh wewenang, yang tidak sesuai dengan kepentingannya dalam hati.terbiasa menggunakan sitem paternalistik oleh Negara dan berkencenderungan percaya terhadap wewenang.


-Tak adanya pertolongan pembelaan pengacara

Walaupun pengadilan memberikan beberapa panduan bagaimanan mewakili orang Retardasi Mental, sulit untuk pengacara yang punya pengalaman sedikit dalam menerjemahkan prilaku dan pernyataan kliennya.ini menuntun diskriminasi perlakuan institusi dan Retardasi Mental.

Hambatan sistem peradilan

•Sistem peradilan kriminal menemukan 2 hambatan Yaitu pelakunya adalah seorang retardasi mental dan berhadapan dengan hakim, jaksa, pengacara dan polisi

•kesulitan untuk pengacara yang punya sedikit pengalaman dalam menerjemahkan prilaku dan pernyataan kliennya èdiskriminasi perlakuan institusi dan Keterbelakangan mental

•Sistem peradilan tidak mengkomodasi situasi seperti itu dengan baik, selain karena watak hakim yang bervariasi,tetapi juga adanya tekanan yang hebat dari tumpukan kasus peradilan yang dikejar waktu.

Indonesia memiliki peraturan tersendiri terhadap orang dengan Retardasi Mental.

Pasal 44 KUHP

(1)Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya, disebabkan oleh jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana

(2)Jika ternyata bahwa perbuatan tidak dapat dipertanggungjawabkan padanya disebabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan kedalam rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan.

(3)Ketentuan tersebut dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri

Bagaimana hak keterbelakangan mental dilindungi?

Yaitu dengan pendidikan dan pelatihan tentang bagaimana berhadapan dengan hukum,polisi,bagaimana melindungi hak ketika berhadapan dengan polisi,bagaimana berkomunikasi sebagai korban dan pelaku dan kejasama antara sekolah,polisi maupun sistem pengadilan

sumber : http://www.freewebs.com/retardasimental/hakkriminalrm.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar